Pulau Sumatra, berdasarkan luas
merupakan pulau
terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah
tenggara dan melintasi khatulistiwa,
seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan
Sumatra belahan bumi selatan.
Di bagian utara
pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan
dengan Selat Sunda.
Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan
tropik primer dan hutan
tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur. Gunung
berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan Danau
terbesar di Indonesia adalah Danau Toba terdapat di
pulau Sumatra.
Kepadatan penduduk
pulau Sumatra urutan kedua setelah pulau Jawa. Saat ini pulau Sumatra
secara administratif pemerintahan terbagi atas 8 provinsi yaitu: Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat,Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu dan Lampung dan 2 provinsi lain yang
merupakan pecahan dari provinsi induk di pulau Sumatra yaitu Riau Kepulauan dan Kepulauan
Bangka Belitung.[1]
Kekayaan alam di setiap provinsi
pulau ini juga sangat melimpah, di Aceh misalnya Usaha pertambangan umum telah
dimulai sejak 1900. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur
meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68
km². Perusahaan migas yang mengeksploitasi tambang Aceh berdasarkan kontrak
bagi hasil (production sharing) saat ini adalah Gulf Resources Aceh,
Mobil Oil-B, Mobil Oil-NSO, dan Mobil Oil-Pase. Endapan batubara terkonsentrasi
pada “Cekungan Meulaboh” di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Terdapat
15 lapisan batubara hingga kedalaman ±100 meter dengan ketebalan lapisan
bekisar antara 0,5 m – 9,5 m. Jumlah cadangan terunjuk hingga kedalam 80 meter
mencapai ±500 juta ton, sedeangkan cadangan hipotesis ±1,7 miliar ton.[2]
Sumatera Utara juga memiliki
kekayaan tambang. Survey 2006 mencatat bahwa terdapat 27 jenis barang tambang
nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak, gas
(migas) dan energi. Barang tambang nonlogam antara lain batu gamping, dolomite,
pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang
logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas
dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Saat ini telah
dilakukan eksploitasi terhadap minyak bumi di Sumatera Utara, dengan hasil
produksi pada 2006 mencapai 21.000 barel minyak bumi.[3]
Lebih lagi pertambangan di Riau
yang berdenyut relatif pesat, ditandai dengan banyaknya perusahaan yang ikut
andil bergerak di bidang ini. Mereka seolah berlomba mengeruk isi perut bumi
Riau, mulai dari menggali pasir laut, granit, bauksit, timah, emas, batu bara,
gambut, pasir kuarsa sampai andesit. Di samping minyak dan gas timah juga
merupakan hasil tambang Riau. Konstribusi sektor pertambangan terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau mencapai Rp.57.927.709,65,- atau sekitar
41,68 %. Karena itu, sektor pertambangan menjadi andalan provinsi dalam
memperkokoh perekonomiannya.[4]
Sumatera Barat, tambang yang
diusahakan dengan skala besar hanyalah batubara. Selama periode 2005 produksi
batubara mencapai 787.404,58 ton, dikonsumsi untuk pasar dalam negeri 787,4
ribu ton dan sisanya 296,56 ton diekspor. Dari hasil penjualan ini berhasil
diperoleh pendapatan Rp. 299,06 miliar. Demikian juga Jambi sebagai penghasil
batubara.
Data dari Departemen ESDM, Provinsi
Bengkulu memiliki potensi pertambangan dan energi
diantaranya lima yang terbesar, yaitu: batu bara, emas, pasir besi,
batu apung, bentonit. Hasil produksi batu bara tercatat sebanyak 673.542.000
ton.
Sumatera Selatan, Provinsi ini
memiliki potensi pertambangan yang besar, antara lain cadangan minyak bumi
sebanyak 5,03 miliar barrel (10% cl) atau 5.032.992 matrick stack tank barrel.
Cadangan minyak bumi diproduksi dengan pertumbuhan 10% per tahun dan dapat
bertahan 60 tahun, Sedangkan cadangan batu bara diperkirakan sebesar
16.953.615.000 ton atau 60% cadangan nasional. Luas areal usaha pertambangan
umum mencapai 1.030.128,75 ha, dengan pertambangan minyak dan gas 2.243,120,15
ha.
Bijih timah adalah sumberdaya alam
yang paling bernilai di provinsi Bangka Belitung, bahkan memberikan kontribusi
yang cukup besar dalam pembangunan nasional. Di sini terdapat satu BUMN yang
menambang bijih timah, PT Timah Tbk, dan satu perusahaan asing, PT Koba Tin.
Luas area Kuasa Pertambangan (KP) PT Timah Tbk di darat sekitar 360.000 ha atau
± 35% dari luas daratan Pulau Bangka. BUMN ini juga memiliki areal KP darat di
Pulau Belitung seluas 126.455 ha atau ± 30% dari luas daratan Pulau Belitung.
Untuk PT Koba Tin, diberikan sekitar 41.000 ha. Di luar area kuasa pertambangan
PT Timah Tbk dan kontrak karya (KK) PT Koba Tin, kegiatan penambangan juga
diusahakan oleh pengusaha tambang inkonvensional dan masyarakat secara
tradisional yang juga memberikan nilai ekonomi masyarakat Kepulauan Bangka
Belitung.
Pada provinsi Lampung, bahan galian
logam yang ada di provinsi ini meliputi emas, mangaan, bijih besi dan pasir
besi, namun baru sebagian saja dari potensi ini yang telah dikelola.
Sumber tulisan: ekonomipolitikislam.blogspot.com
Penulis M. Baiquni Shihab adalah Dosen STEI Hamfara Yogyakarta
Posting Komentar