Sahabat kastrat, percaya atau tidak, sejak munculnya kapitalisme, pasar bebas dan perdagangan bebas terus menyebar sebagai satu- satunya cara memfungsikan perekonomian. Pada akhir abad ke-20, gagasan-gagasan tersebut semakin dikokohkan dengan seruan globalisasi, dan banyak negara yang menyesuaikan strukturnya menurut tuntutan Bank Dunia dan IMF. Ide ini terbukti merupakan kesalahan besar sepanjang 200 tahun terakhir. Pengen bukti? Yuk,,,,
Kenal negara Argentina kan...Negara ini digolongkan IMF sbg negara model, karena mampu memenuhi proposal lembaga- lembaga Bretton Woods. Namun Argentina kemudian mengalami bencana krisis ekonomi parah ditahun 2001, gara- gara IMF meminta membatasi anggaran, shg membuat pemerintah tidak mampu menopang infrastruktur nasional dalam bidang-bidang yg krusial semacam kesehatan, pendidikan, dan keamanan. IMF lalu mengintervensi (turut campur tangan) dengan memastikan penjadwalan kembali pembayaran utang, dan memaksakan perangkat reformasi liberal agar Argentina lebih terintegrasi (menyatu) dalam ekonomi global. Argentina diminta mengubah struktur perekonomiannya dengan mengkonsentrasikan diri pada ekspor agar dapat meraup lebih banyak uang sehingga mereka mampu membayar utang. Argentina juga diminta menghapus segala aturan yang dapat menghambat perdagangan luar negeri dan masuknya modal asing. Apa yang dialami Argentina kemudian ialah serangan spekulatif terhadap kurs mata uangnya oleh lembaga-lembaga keuangan yang ingin menjatuhkan nilai Peso Argentina. Ini dapat terjadi karena Argentina telah menghapus segala macam batasan dalam pergerakan modal, hanya untuk menjadi bagian dari gerakan globalisasi. Argentina pun tidak mampu menghentikan pergerakan modal karena segala perangkatnya telah dilucuti oleh IMF. Pada Desember 2001, dalam situasi di ambang kehancuran ekonomi, Argentina gagal membayar utang sebanyak 93 miliar dolar AS (Adnan Khan, Kapitalisme di Unjung Tanduk ).
Itu, baru Negara Argentina, bagaimana dengan negara- Negara lain? Apakah mendapat perlakuan yang sama?
Tergantung. Kita lihat dulu. Lawan atau kawan. Jika itu kawan pastilah tidak bertindak demikian, tapi tidak menutup kemungkinan akan memakan kawan sendiri karena ketamakannya. Jika lawan, so pasti, perlakuan sama akan diterapkan pada Negara tersebut. Siapa yang mereka anggap lawan?. Tidak lain tidak bukan adalah Negera- Negara berkembang yang notabene didalamnya adalah umat muslim, termasuk Indonesia. Sebagaimana dalam QS. Al-baqarah ayat 120 yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka”.
Dan bagaimana cara mereka supaya umat muslim mengikuti mereka?.Salah satunya melalui penjajahan dalam bidang ekonomi secara perlahan- lahan. Seperti yang terjadi pada Negara Argentina diatas, pun bisa terjadi di Indonesia. Senada dengan paparan fakta di kompasiana.com/2013/08/15, “Indonesia masih dijajah oleh sejumlah negara-negara Asing melalui lembaga semacam PBB, IMF, World Bank, dll. Dengan menggunakan lembaga tersebut, pihak Asing menjajah dan mendikte Indonesia agar tunduk pada kepentingan yang menguntungkan Asing dan pasti merugikan pihak Indonesia Akibat adanya penjarahan dari asing tersebut, Indonesia kini seolah menjadi budak di rumah sendiri. Melalui dalih berupa bantuan dana (penanaman modal) dan kerjasama bilateral dengan Asing, telah menjadi jalan ‘tol’ bagi asing untuk menguasai negeri ini.
Ditambah lagi dengan ditetapkannya blueprint ASEAN Economic Community (AEC) oleh 10 kepala negara ASEAN di Singapura pada tanggal 20 November 2007 telah menandai bahwa ASEAN yang asalnya merupakan blok anti-komunis telah siap bertransformasi menjadi blok perdagangan bebas yang sepenuhnya kapitalistik. AEC dengan visi merubah ASEAN menjadi “single market and production base” dimaksudkan agar ASEAN siap terintegrasi ke dalam sistem perekonomian dunia yang berbasiskan model rantai pasokan global, seperti yang tercantum dalam cetak biru tersebut : “A single market for goods (and services) will also fascilitate the development of production networks in the region and enhance ASEAN’s capacity to serve as a global production centre or as a part of the global supply chain”.
Namun blueprint ini bukanya tanpa masalah. Perlu diketahui bahwa di rata-rata negara ASEAN memiliki infrastruktur yang buruk dan terbelakang, sehingga sangat sulit untuk dapat terintegrasi ke dalam rantai pasokan global. Accenture (sebuah lembaga konsultan swasta) menyatakan bahwa akibat dari terbelakangnya infrastruktur di negara-negara Asia, rantai pasokan di Asia cenderung terpecah belah dan tidak kompetitif bila dibanding rekan-rekannya di Eropa dan Amerika, sehingga secara estimasi mereka tertinggal sekitar tiga hingga lima tahun di belakang. Di dalam negara Asia sendiri terdapat kesenjangan yang besar antara negara-negara maju seperti Singapura dan Hongkong dengan negara-negara berkembang seperti Fillipina, Indonesia, dan Thailand; serta dengan negara-negara yang perekonomiannya baru tumbuh seperti Kamboja, dan Vietnam. Disparitas (keadaan yang tidak seimbang) semacam ini akan menjadikan pergerakan arus barang-barang dan jasa menjadi sulit dan terhambat.
Selain masalah transportasi, masalah kapabilitas pun merupakan hal yang harus menjadi concern utama, dimana di Asia Tenggara terjadi kelangkaan orang-orang terampil, kelangkaan dan ketidakmampuan teknologi, dan ketidakefisienan akses ke penyedia jasa logistik pihak ketiga (third-party logistics provider).
Hal ini mengancam keberadaan negara-negara berkembang seperti Indonesia, karena jika tidak diatasi, Indonesia terancam hanya akan menjadi sekedar negara periferi (pinggiran) dan bukan menjadi negara core (pusat). Jika negara core mengurusi terkait masalah R&D yang menghasilkan karya seperti software, maka negara periferi hanya mengurusi bagian manufaktur hardware yang padat karya sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja murah yang tidak terlalu terampil. Selain itu ketidakmampuan kita akan teknologi hanya akan menjadikan kita tempat industri tahap awal seperti pengeksploitasian alam yang dikenal paling boros energi dan menghasilkan banyak polusi bagi lingkungan. Dan jika sampai hal itu terjadi, terintegrasinya (menyatunya) kita terhadap perekonomian global hanyalah berarti bahwa kita menyediakan tempat bagi berlangsungnya penjajahan model baru terhadap Indonesia (1). Itu artinya Indonesia akan bernasib sama dengan Argentina dan lagi- lagi rakyat yang akan jadi korban.
Bagaimana Peran kita sebagai Ekonom Muda Muslim atau Mahasiswa menyikapi hal tersebut? Yuk...tetap bersama KASTRAT,
SALAM PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM
[1] Disampaikan dalam diskusi Collaboration ITB dengan tema AEC 2015 Jilid II : Analisis Sosial, Budaya, dan UU Keinsinyuran, 7 Maret 2014 di Selasar Majalah Ganesha ITB).
Posting Komentar