Ekonomi
Pancasila adalah sebuah wacana ekonomi Indonesia yang digulirkan pertama kali
tahun 1980 oleh Mubyarto, seorang guru besar ekonomi Universitas Gadjah Mada.[1] Ekonomi
Pancasila atau juga disebut Ekonomi Kerakyatan dikatakan sebagai sistem ekonomi
yang selayaknya diterapkan sebagai ekonomi nasional dikarenakan sesuai dengan
sistem nilai bangsa Indonesia dengan aturan main yang dibuat sendiri.[2] Bahwa
bangsa Indonesia jika hendak mengembangkan suatu sistem ekonomi nasionalnya,
maka hendaknya sistem itu harus berjalan dengan idiologi bangsa, yaitu
Pancasila.[3]
Sebelum adanya
wacana ekonomi Pancasila atau sebelum era orde baru, wacana ekonomi yang
berkembang dan diadopsi pemerintah orde lama adalah ekonomi komando, mengikuti
sistem politiknya demokrasi terpimpin, yang sebelumnya menggunakan sistem
ekonomi liberal dengan sistem politiknya sistem pemerintahan parlementer.[4] Sebagaimana
diketahui bahwa dalam teks Undang-Undang Dasar, dasar negara Indonesia adalah
pancasila, namun wacana ekonomi pancasila baru memuka pasca orde lama,
sedangkan pancasila sebagai dasar negara telah diadopsi sejak awal berdirinya
negara ini, dan bukan pasca orde lama. Sebagai sebuah idiologi, Pancasila
seharusnya mampu melahirkan sistem-sistem pengatur kehidupan masyarakat sejak
awal munculnya ide dasar ini sebagaimana idiologi-idiologi lain saat awal
kelahirannya, misalnya sistem ekonomi. Namun demikian, sistem ekonomi yang diterapkan
oleh bangsa Indonesia di awal berdirinya negara ini, yang kemudian dikukuhkan
oleh founding father bangsa ini adalah sistem ekonomi yang
berkiblat pada negara adidaya di kawasan dunia bagian timur. Sedangkan pasca
pemerintahan orde lama, arah perekonomian yang dianut bangsa ini tampak
berkiblat pada negara adidaya di kawasan dunia bagian barat. Dengan demikian
menjadi hal yang lumrah apabila sampai saat ini wacana ekonomi pancasila masih
dalam ranah perdebatan.
Sejarah
menunjukkan sistem ekonomi dunia yang besar dan dikenal selama ini terdiri dari
3 (tiga) sistem, yaitu sistem ekonomi Sosialisme, Islam dan Kapitalisme. Adapun
sistem ekonomi Sosialisme telah runtuh bersama runtuhnya sistem politik yang
menaunginya, Uni Sovyet. Demikian juga sistem ekonomi Islam, telah runtuh
bersama runtuhnya sistem politik yang menaunginya, sejak kali pertama didirikan
di Madinah 14 abad silam hingga masa Ottoman (Turki Utsmani) di Turki tahun
1924.[5] Tinggal
kini sistem ekonomi Kapitalisme yang mendominasi sistem ekonomi di setiap
negara di dunia ini. Kepemimpinan Kapitalisme saat ini dipimpin oleh Amerika
Serikat dan beberapa negara Eropa. Hampir seluruh negara berkembang di dunia
terjamah sistem ini, sebab negara-negara tersebut terhubung melalui mata uang
dolar, pasar modal, IMF, World Bank dan instrumen-instrumen ekonomi lainnya
yang tidak lain kesemua instrumen tersebut dalam kendali Amerika Serikat
sebagai alat imperialisme ekonominya.[6] Adapun
negara-negara yang bernuansa dan berusaha untuk menerapkan kembali dua sistem
ekonomi selain Kapitalisme, maka sistem ekonomi yang mereka terapkan tetap
terdominasi oleh sistem ekonomi ini, Kapitalisme, dan masa seperti ini telah
dimulai sejak Uni Sovyet mengalami kekalahan pada masa perang dingin melawan
Amerika Serikat dan sekutunya, yang menyebabkan keruntuhan Sosialisme Uni
Sovyet, sehingga sistem ekonomi konvensional di dunia saat ini adalah
Kapitalisme.
Biografi
sistem ekonomi Kapitalisme yang merupakan sistem ekonomi konvensional saat ini
memiliki perjalanan hidup yang labil. Kerusakan demi kerusakan silih berganti
menghinggapi negara yang menerapkannya, sehingga perbaikan demi perbaikan
konsep pemikiran terus dilakukan. Terbukti dengan adanya transformasi pemikiran
dari era Skolastik, Merkantilis, Klasik, Neoklasik, Keynes, Monetaris, Ratex
hingga kini menjadi Neoliberal, terjadi sebagai bentuk perbaikan akibat
kerusakan yang ditimbulkan oleh era sebelumnya. Sebagai contoh adalah Great
Depression, sebuah krisis ekonomi hebat melanda Amerika Serikat pada tahun
1929-1939, hingga menimbulkan dampaknya ke berbagai negara di dunia, adalah
akibat dari penerapan ekonomi aliran Klasik, yang kemudian Keynesian memberikan
solusi terhadapnya.[7] Namun
stagflasi yang terjadi di tahun 70-an membuat solusi yang pernah diberikan
Keynesian menjadi lumpuh total, sehingga muncullah Milton Friedman bersama
alirannya Monetaris memberikan solusi.[8] Pada
tahun 2009 ini kembali lagi terjadi krisis ekonomi yang cukup besar, hingga
mampu meningkatkan angka pengangguran di negara tempat awal krisis ini terjadi
menjadi 10,3 juta jiwa.[9] Kesemua
ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi Kapitalisme yang juga sistem ekonomi
konvensional saat ini, tidak pernah menjadi sistem ekonomi yang mapan,
disebabkan selalu meimbulkan kerusakan setelah adanya perbaikan.
Kebijakan
ekonomi Indonesia sepertinya telah berada dalam jalur Kapitalisme. Pada era
orde baru sudah tampak arah anginnya, Indonesia menggunakan metode pembangunan
Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), yang sebagaimana diketahui bahwa
teori tahapan pembangunan lima tahunan adalah teori pembangunan dan pertumbuhan
W.W. Rostow seorang ekonom Amerika Serikat.[10] Penandatanganan Letter
of Inten (LoI) oleh penguasa orde baru bersama IMF pada masa akhir
berkuasanya pun telah mengukuhkan kemana ekonomi Indonesia ini selanjutnya
berpijak.[11] Bahkan
segala kebijakan ekonomi Indonesia di masa reformasi ini tampak bukan hanya
melanjutkan arah ekonomi di masa orde baru, melainkan lebih memantapkan
langkahnya pada Kapitalisme. Kebijakan ekonomi neoliberal seperti privatisasi
BUMN dan liberalisasi pasar (market fundamentalism) yang merupakan resep
para ekonom Washington DC. untuk negara-negara berkembang seperti negara-negara
Amerika Latin yang sedang mengalami krisis pada tahun itu, ternyata juga
digunakan sebagai resep untuk memulihkan krisis ekonomi di negara-negara Asia
Tenggara, termasuk Indonesia juga mengikutinya.[12]
Mulai tumbuh
berkembangnya kembali wacana ekonomi Islam disebabkan mulai tampak jelasnya
keburukan sistem ekonomi kapitalisme dan dampak yang ditimbulkannya, dan
ekonomi Islam muncul kembali sebagai solusi alternatif dan kritik bagi sistem
ekonomi ini setelah sebelumnya ekonomi Islam pernah berjaya.
Hampir setiap
negara-negara penganut demokrasi di dunia saat ini memiliki dan mengusung faham
nasionalisme-Kapitalis, sehingga sebuah wilayah negara tidak mungkin dapat
bertambah luas, namun sebaliknya, untuk terpecah belah adalah mungkin
sebagaimana Timor-Timur yang terpisah dari wilayah kekuasaan Indonesia pada
tanggal 30 Agustus 1999.[13] Pendapatan
negara pun akan stagnan sebagaimana stagnannya wilayah suatu negara, sebab
pendapatan utama dan terbesar dalam pemerintahan mereka adalah pajak, sehingga
dalam pengelolaan APBN-nya hanya berputat bagaimana mengatur proporsi yang akan
dialokasikan pada suatu bidang tertentu. Apabila diakhir tahun (periode)
ternyata kas negara memiliki dana sisa/lebih, maka dapat dikatakan surplus
APBN, dan sebaliknya apabila dana yang tersedia kurang sehingga harus menambah
pinjaman luar negeri maka dinamakan defisit APBN. Sedangkan dalam sejarah
negara Islam yang pernah didirikan Rasulullah SAW. di Madinah, tampak wilayah
kekuasaannya dari tahun ke tahun tidak stagnan, namun berkembang terus
mengikuti kewajiban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga pendapatan
dan pengalokasian belanja negaranya pun bersifat fluktuatif.
Berbagai
praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada masa Rasulullah Saw. danal-khulafa
ur-rasyidin merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi para
cendikiawan muslim dalam merumuskan teori-teori ekonominya, seperti Zaid bin
Ali, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Al-Syaibani, Abu Ubaid bin Salam, Harits bin Asad,
Al-Muhasibi, Junaid Al-Baghdadi, Ibnu Miskawih dan Al-Mawardi.[14] Bahkan
pembahasan mengenai pendapatan dan belanja negara telah ada seorang diantara
para cendikiawan muslim tersebut yang telah menyinggungnya, yaitu Abu Ubaid
dalam karyanya kitab Al-Amwal.[15] Namun
yang menjadi catatan bagi cendikiawan-cendikiawan muslim tersebut, termasuk Abu
Ubaid, adalah bahwa mereka hidup saat sistem ekonomi Islam berada dalam naungan
sistem politiknya, berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Hal inilah yang
membuat perhatian mereka untuk merumuskan sistem ekonomi Islam dan struktur
pendapatan dan belanja negaranya yang tersusun secara sistematis dalam
karya-karyanya luput dari pantauan mereka.
Hizbut Tahrir
adalah organisasi yang membawa pemikiran idiologis, semua pergerakannya
bersifat politik baik diluar perkara pemerintahan ataupun yang menyangkut
pemerintahan.[16]Sebagai
organisasi transnasional, dapat dikatakan bahwa hanya Hizbut Tahrir
satu-satunya organisasi yang bergerak dalam bidang politik yang membawa isu
sistem negara Islam (Khilafah Islamiyah), dan untuk ukuran negara sudah
semestinya memiliki sub-sub sistem dibawahnya yang mengatur urusan-urusan
rakyatnya. Sistem ekonomi, sistem sosial, sistem sangsi pidana, sistem
pendidikan, sistem keuangan, dan sistem politik luar negeri yang merupakan
sub-sub sistem dari sistem politik, ternyata organisasi politik ini
memilikinya. Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa sebuah sistem ekonomi tidak
mungkin dapat hidup kecuali dalam naungan sistem politik yang memiliki idiologi
yang sama dengan sistem ekonominya, demikian juga dengan sub-sub sistem
lainnya. Dengan demikian, sistem ekonomi yang harus dibawa oleh Hizbut Tahrir
adalah sistem ekonomi Islam, dan bukan sistem ekonomi Kapitalisme atau semi
Kapitalisme juga bukan sistem ekonomi Sosialisme atau juga semi Sosialisme.
[1] Mubyarto, Ekonomi
Pancasila Lintasan Pemikiran Mubyarto, Aditya Media, Yogyakarta, 1997, hal.
39.
[3] Edy Suandi
Hamid, Sistem Ekonomi Utang Luar Negeri dan Isu-isu Ekonomi Politik
Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hal. 38.
[5] Abdul Qadim
Zallum, Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, Al-Izzah,
Jawa Timur, 2001, hal. 184.
[6] John
Perkins, Pengakuan Bandit Ekonomi; Kelanjutan Kisah Petualangannya di
Indonesia dan Negara Dunia Ketiga, Ufuk Press, Jakarta Selatan, 2007, hal.
81-85.
[7] Dietmar Rothermund, Great
Depression Depresi Besar Ekonomi Amerika 1929-1939 dan Dampaknya Terhadap
Kehancuran Ekonomi dunia, Imperium, Yogyakarta, 2008, hal. 1-10.
[8] Deliarnov, Perkembangan
Pemikiran Ekonomi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 191-192.
[10] Mansour
Fakih, Runtuhnya teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist Press
dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 55-57.
[11] Ishak
Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia: Sebuah Investigasi
1997-2007 Mafia Ekonomi dan Jalan Baru Membangun Indonesia, PT. Cahaya
Insan Suci, Jakarta, 2008, hal. 63-65.
[12] Budiono, Ekonomi
Indonesia Mau Kemana? Kumpulan esai Ekonomi, KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), Jakarta, 2009, hal. xi-xiii.
[14] Adiwarman
Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2004, hal. 11-12.
[16] Hizbut
Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir Partai Politik Islam Idiologis,
Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, 2002, hal. 23-25.
Sumber tulisan: ekonomipolitikislam.blogspot.com
*Penulis M.Baiquni Shihab, SEI.,MSI adalah Dosen STEI Hamfara Yogyakarta
+ komentar + 1 komentar
Best slots casino in Las Vegas, NV - MapyRO
If you're looking for slots 군포 출장샵 from 창원 출장안마 top 의왕 출장샵 providers, Vegas casinos is the 서귀포 출장마사지 perfect choice. The casino boasts over 250 화성 출장샵 slot machines with games including blackjack, roulette,
Posting Komentar