Sahabat Kastrat permasalahan umat saat ini jika kita pikirkan dengan seksama tidak pernah kunjung habis. Bertubi-tubi tiap hari tiap waktu timbul permasalahan baru. Permasalahan satu belum selesai sudah muncul permasalahan baru yang menutupi. Sungguh miris ketika kita renungkan kembali, karena bangsa yang sangat terkenal dengan jumlah penduduknya yang mayoritas muslim ini tidak bisa menyelesaikan permasalahan bangsa yang ada. Kita perhatikan saja kondisi perekonomiannya.
Berdasarkan laporan dari merdeka.com,
kondisi perekonomian Indonesia tahun 2014 dinilai akan berada dalam kondisi
terpuruk. Kondisi dapat terjadi karena dipengaruhi oleh perekonomian dunia yang
cenderung tidak stabil. Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) M
Riza Damanik menyebutkan, terdapat dua penyebab yang membuat kondisi perekonomian
nasional terpuruk. Penyebab itu adalah kenaikan harga minyak dunia yang mendorong
subsidi membengkak serta merosotnya nilai tukar rupiah yang melipatgandakan
nilai utang luar negeri. Riza melanjutkan, utang luar negeri semakin membengkak
lantaran nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin merosot. Tetapi, ungkap dia,
pemerintah justru mengambil solusi untuk menutup pengeluaran dengan cara semakin
memperbanyak utang luar negeri maupun dalam negeri. Padahal, terang Riza, data
Bank Indonesia menunjukkan posisi surat utang negara sampai dengan Oktober 2013
mencapai Rp 915,175 triliun. Sementara posisi utang luar negeri pemerintah USD
123,212 miliar. "Dengan demikian pada tingkat kurs 12.000 maka total utang
pemerintah secara keseluruhan adalah Rp 1.478,544 triliun utang luar negeri
ditambah Rp. 915,175 triliun utang dalam negeri. Sehingga utang pemerintah keseluruhan
adalah Rp 2.393,719 triliun," terang Riza. Selanjutnya, ungkap Riza,
pemerintah menargetkan akan menambah utang mencapai Rp 345 triliun pada tahun
2014. Sebanyak Rp 205 triliun akan ditarik melalui surat berharga untuk menutup
defisit fiskal 2014 dan sisanya sebanyak Rp 140 triliun digunakan untuk melunasi
utang lama yang jatuh tempo. "Cara pemerintah mengatasi masalah dengan menumpuk
utang akan semakin menambah masalah perekonomian di masa yang akan datang,
memperburuk fundamental ekonomi dan meningkatkan kerentanan nilai tukar," pungkas
dia.
Hukum Syara’ Terhadap
Utang[1]
Menurut hukum Islam, utang itu mubah. Dari Abdur Rafi’
berkata:
“Nabi saw, meminjam lembu muda,
kemudian Nabi menerima unta yang bagus, lalu beliau menyuruhku melunasi utang
lembu mudanya kepada orang itu. Aku berkata:’ Aku tidak mendapati pada unta
itu, selain unta yang keempat kakinya bagus- bagus.’ Beliau bersabda:’Berikan
saja ia kepadanya, sebab sebaik- baik manusia adalah mereka yang paling baik
ketika melunasi hutangnya.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi, berkata: hadist ini
hasan).
Untuk itu boleh bagi tiap- tiap individu berutang kepada
siapa saja yang dikehendaki, sejumlah yang diinginkan, baik dari sesame rakyat
ataupun dari orang asing. Sebab, dalil masalah utang bersifat umum, dan tidak
terdapat dalil yang mengkhususkannya sehingga tetap pada keumumannya. Hanya
saja, apabila utang atau bantuan- bantuan tersebut membawa pada bahaya, maka
utang itu diharamkan, sesuai dengan kaidah syara’:
Jika salah satu pekara mubah
menghasilkan bahaya, maka perkara mubah tersebut harus dicegah.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa
utang luar negeri kepada Bank Dunia dan IMF maupun lembaga- lembaga keuangan
kapitalis lainnya dari dulu hingga sekarang nyata- nyata membahayakan
perekonomian Negara- Negara peminjam bahkan menimbulkan dominasi Negara atau
lembaga kreditur itu kepada Negara peminjam. Dominasi lembaga atau Negara kafir
atas kaum muslimin haram hukumnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Allah sekali- kali tidak akan
memberi jalan kepada oang- orang kafir untuk menguasai (memusnahkan) orang-
orang mukmin (T.QS.
An- Nisaa: 141).
Lebih- lebih lagi utang luar negeri yang jelas- jelas
menjadikan Negara- Negara peminjam susah sekali bisa melunasi utangnya itu
memang diembel- embeli dengan beban riba yang secara tegas diharamkan oleh
Islam.
Allah SWT berfirman:
Hai orang- orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang- orang yang beriman (TQS. Al- Baqarah: 278).
Dengan memperhatikan dan merenungkan realitas yang ada dan
tuntutan hukum syariat Islam tersebut diatas, tak ada langkah yang lebih baik
dan lebih tepat bagi kaum muslimin, baik penguasa maupun rakyatnya kecuali
menjauhkan diri dari bahaya utang luar negeri yang setiap saat mengancam
mereka. Bukan perkara mudah, tapi harus dilakukan jika tak ingin terjerat dalam
penderitaan yang berkepanjangan.
SALAM PENERAPAN SISTEM EKONOMI ISLAM
by: Mustanir Tsiqoh
by: Mustanir Tsiqoh
[1] Zulhelmy
bin Mohd. Hatta, Isu- Isu Kontemporer
Ekonomi dan Keuangan Islam-Suatu Pendekatan Institusional-,Bogor: Al- Azhar
Press, 2013, hlm. 272-274
Posting Komentar